Ada
beda isi dua buku dari 25 buku kepramukaan yang ditulis Lord Baden
Powell. Dua buku itu adalah Scouting for Boys (SfB) dan Rovering to Succes
(RtS). Buku SfB berbicara tentang pramuka cerdas dan pramuka pandir.
Pramuka
cerdas selalu mengasah ketajaman daya lihat, keluasan daya dengar, dan
kelincahan daya pikir. Ada 60% dalam SfB yang mengulas daya lihat. Pengamatan,
pengintaian, penelusuran, penguraian tanda, dan pemaknaan hasil ketajaman daya
lihat. Kemudian, ada 20% ulasan tentang luas daya dengar, ada 10% tentang
fisik, dan 10% tentang kelincahan pramuka dalam berjelajah setelah
menggabungkan daya lihat, dengar, dan fisik.
Dari
SfB, BP ingin menyampaikan bahwa kunci belajar bagi anak adalah visual, audio,
dan kinestetik yang menggunakan learning by doing di alam terbuka dalam kondisi
menarik dan menantang. Jadi, inti kepramukaan adalah proses di alam terbuka
dengan learning by doing untuk menajamkan fungsi mata, meluaskan fungsi
telinga, dan melincahkan fisik anak.
Buku
RtS, lebih mengarah pada moral remaja saat mnguatnya daya jelajah.
Perjalanan penegak akan membentur pada dua halangan, yakni halangan fisik dan
nonfisik. Penegak harus mampu mendayung kole (sampan) sendiri dengan
kepemimpinan kuatnya agar dapat melawan tantangan dan hambatan.
Kedua
buku tersebut sangat baik untuk bekal pembina dan pelatih. Saat berada di
tengah-tengah anak, mereka dapat berperan sebagai sang kakak yang unggul. Untuk
itu, pembina dan pelatih perlu terus menetus memaknai kedua buku BP itu. Lebih
bagus, jika ke-25 buku BP, isinya dimaknai oleh pembina dan pelatih
kepramukaan.
Ke
mana arah BP dalam buku SfB dan RtS? Arah BP adalah agar anak dan pemuda itu
unggul diri yang ditandai oleh tajam daya lihat, luas daya dengar, tukik daya
pikir, dan lincah daya jelajah yang dibungkus dengan kode kehormatan.
Tajam
daya lihat bukan datang dengan sendirinya. Tajam daya pikir harus dilatih lewat
berbagai menu dan terus menerus. Bentuk kegiatan yang dapay membungkus
ketajaman daya lihat adalah KIM, penjelajahan, orientasi medan, pengembaraan,
pengintaian hewan, dan seterusnya. Pembina harus memberikan ruang dan waktu
yang banyak agar tajam daya lihat. Berarti, diceramahkan tiada guna tetapi
harus dipraktikkan dengan daya lihat sesungguhnya.
Tajam
daya lihat ditandai oleh kecepatan melihat, ketepatan menentukan setelah
melihat, dan keakuratan pemaknaan visual. Pramuks harus dilatih melihat
besar-kecil, tinggi-rendah, jauh-dekat, keras-lembut, butir’-bongkah,
kering-basah, kotor-bersih, dan seterusnya. Semua pernik visual itu pangkal kekayaan
simpanan di otak anak. Simpanan itu melatih kecerdasan anak.
Luas
daya dengar pun perlu dilatih. Suara di bumi ini beraneka ragam dengan nada dan
irama ysng berbeda-beda. Suara itu pasti menandakan benda, bentuk, fungsi, dan
makna tertentu.
Semakin
anak peka terhadap suara, dia akan sermakin luas daya dengarnya. Untuk itu,
anak perlu dilatih aneka suara, nada, dan irama. Dia harus mengenal suara
hewan, petir, kendaraan, orang, benturan, dentuman, dan seterusnya. Anak perlu
luas daya dengarnya sehingga mampu menentukan makna, fungsi, dan jenisnya
seperti suara marah, sopan, bahaya, anjuran, himbauan, perintah, dan
seterusnya. Pembina perlu melatihnya dengan memanfaatkan alam terbuka baik
pagi, siang, atau malam.
Tukik
daya pikir perlu dilatih melalui keterampilan kepramukaan yang menggabungkan
visual, audio dan kinestetik anak. Berilah kesempatan anak di alam
terbuka dengan learning by doing agar menukik daya pikirnya. Berilah anak
kasus-kasus nyata yang dibungkus dengan permainan.
Gabungan
daya lihat, dengar, dan fisik akan mampu menukikkan daya pikir anak. Biasakan
anak memecahkan masalah, mengelaborasi, meneliti, berkolaborasi, dan menemukan
sesuatu di alam terbuka.
Lincah
daya jelajah ditandai oleh sering tidaknya sang anak memadukan visual, audio, kinestetik,
dan pikirannya. Semakin anak sering berkegiatan di alam terbuka, dia akan dekat
dengan kelincahan. Kelincahan ditandai oleh cepat, tepat, gesit, dan bermakna.
Tanda kelincahan itu akan terlihat jika di alam terbuka dan learning by doing.
Lincah
daya jelajah itu perlu diskenariokan oleh pembina sehingga terukur. Biasakan
anak bergerak mandiri. Sentuhan pembina hanya memotivasi dan memfasilitasi.
Anak dan kelompoknya akan mampu berinisiatif untuk berjelajah yang kreatif dan
inovatif.
Tentu
daya lihat, dengar, pikir, dan jelah tersebut secara otomatis akan menguatkan
karakter anak. BP dalam kedua buku itu menyebutkan bahwa kekuatan mendidik
karakter berada di alam terbuka, learning by doing, dan kemasan menarik dan
menantang.
Selama
ini, banyak kegiatan yang isinya pembekalan di ruang kelas atau duduk di
lapangan. Sang ahli berceramah. Pramuka duduk manis mendengarkan. Tiada anak
bergerak untuk learning by doing. Tentu, yang demikian itu tidak sesuai dengan
harapan kepramukaan. BP ketika diminta menjelaskan isi buku SfB tidak mau.
Beliau membuktikan isi buku dengan praktik di alam terbuka. Selamat membina (Penulis: Kak Suyatno)
Komentar
Posting Komentar